Wednesday, 31 May 2017

Jasmerah Pancasila

1 Juni atau 18 Agustus?
                Sidang resmi Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dilaksanakan pada 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Sebelumnya pada tanggal 28 Mei, diadakan pembukaan dan pelantikan panitia BPUPKI.
                Sidang yang bertujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara “Indonesia Merdeka” dan merumuskan dasar negara ini dibuka oleh pernyataan Mr. M. Yamin, kemudian diikuti oleh pernyataan dari Dr. Soepomo. Pada awal Juni 1945, peserta sidang bertanya-tanya tentang dasar dari negara “Indonesia Merdeka”, “negara “Indonesia Merdeka” yang kita bangun itu, apa dasarnya?”.
                Maka pada 1 Juni 1945, pertanyaan itu dijawab oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya yang berjudul “Pancasila, Lima Sila.” Inti dari pidato yang menjawab pertanyaan dari peserta sidang antara lain:
  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa

                Pidato yang panjangnya kurang-lebih satu jam diterima oleh antusias peserta rapat yang kemudian secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat. Jadi, pemikiran tentang Pancasila yang dikemukakan oleh Bung Karno terjadi pada tanggal 1 Juni 1945, 72 tahun silam yang dikemukakan di gedung Chuo Sangi In (gedung Volksraad) yang berlokasi di jalan Pejambon 6, Jakarta.
                Sidang berakhir pada 1 Juni 1945, namun BPUPKI belum berhasil merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Pada tanggal 22 Juni 1945 dibentuk panitia kecil yang beranggotakan 9 orang: Bung Karno, Bung Hatta, Mr.  A. A. Maramis, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim, Ahmad Soebardjo, Wahid Hasyim, dan Mr. M. Yamin yang kemudian dikenal dengan Panitia 9. Dalam sidangnya, Panitia 9 berhasil menyusun sebuah konsep naskah yang disebut Piagam Jakarta, yang didalamnya memuat Pancasila sebagai hasil sidang yang disepakati. Pancasila yang terumus dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut:
1.       Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.       Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.       Persatuan Indonesia
4.       Kerakyatan yang dipimpin dalam hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.       Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
                Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada 18 Agustus 1945 disahkan Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam pembukaan UUD 1945, tercantum dasar negara yang disebut Pancasila. Jadi, Pancasila disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945. Namun setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila merujuk pada pernyataan pemikiran Bung Karno yang terjadi pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945.


Wasiat Yang Diberikan Bung Hatta Kepada Anak Sulung Bung Karno.
                Dua tahun sebelum Bung Hatta meninggal dunia, beliau memberikan wasiat kepada putra pertama Bung Karno, Guntur Soekarnoputra mengenai peran Bung Karno pada sidang BPUPKI pertengahan tahun 1945. Bung Hatta berkata, bahwa Bung Karno lah penggagas Pancasila, Bung Karno orang yang menemukan Pancasila, Pancasila bersumber dari pemikiran Bung Karno. Beliau berani menyatakan demikian karena beliau merupakan saksi sejarah yang masih hidup pada saat itu (tahun 1978). Bung Hatta memberikan wasiat seperti ini kepada Guntur karena beliau melihat semakin tipisnya fakta yang beredar di masyarakat mengenai penemu Pancasila karena iklim politik yang terjadi di Indonesia saat itu. Bung Hatta menulis surat wasiat ini pada Juli 1978.
                Juga, Bung Hatta mengatakan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang sudah menjadi satu dokumen dan diterima oleh PPKI hanya mengalami sedikit perubahan. Yang dirubah adalah 7 perkataan dibelakang Ketuhanan, “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Bung Hatta berkata “Sungguhpun 7 perkataan itu hanya mengenai penduduk yang beragama Islam saja, pemimpin-pemimpin umat Kristen di Indonesia Timur berkeberatan, kalau 7 kata itu dibiarkan saja, sebab tertulis dalam pokok dari pada dasar negara kita, sehingga menimbulkan kesan, seolah-olah dibedakan warga Negara yang beragama Islam dan bukan Islam.”

Selamat Hari Lahir Pancasila!

Referensi:
  • Cindy Adams. “Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat.”
  • Dr. Deliar Noer. “Mohammad Hatta, Hati Nurani Bangsa.”
  • Meutia Hatta, Gemala Hatta, Halida Hatta. “Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya.”
  • Mohammad Hatta. “Untuk Negeriku (Jilid III), Menuju Gerbang Kemerdekaan.”

Ayuni Hanifati

FISIP Unpad 2014

Thursday, 12 January 2017

121: Aksi Atau Sensasi?

Nemu sekelompok orang disekitaran jalan Asia Afrika Bandung sedang asyik membicarakan isu ter-hits dilingkungan mahasiswa saat ini: Aksi Bela Rakyat 121.  Salah satu dari mereka mengatakan aksi ini adalah pengulangan dari massa aksi ditahun 1966. Lebih kurang begitu. Berarti sehabis aksi bakalan ada mahasiswa-mahasiswa yang ditarik ke DPRGR (1966 DPR masih DPRGR), menikmati kekuasaan dan lupa sama apa yang telah mereka koar-koarkan ketika mereka turun kejalan? Hehehe.

Pengen ketawa sih. Kok ada ya orang yang menyamakan aksi hari ini dengan aksi tahun 66. Mungkin berharap aksi-aksi selanjutnya yang berkaitan dengan aksi hari ini sama heroiknya dengan tahun 1966. Mungkin.  Tahun 1966 punya Tritura, tahun 2017 punya Pantura: Panca Tuntutan Rakyat kali ya.

Tapikan situasi politik Negara kita saat ini dengan situasi tahun 66 jelas sangat berbeda. Iya mahasiswa turun kejalan, iya mahasiswa menuntut hak-hak yang mengatasnamakan kesejahteraan rakyat. Tapi tetep aja beda. Mau gimana juga gabisa disama-samain. Menurutku, alasan aksi 121 hari ini tidak sekuat alasan mengapa mahasiswa tahun 1966 bisa serentak mengerahkan massa turun kejalan untuk menuntut kebijakan pemerintah. Mengingat situasi Negara tidak segenting tahun 1966 pasca kejadian berdarah 65. ((Kita Negara demokrasi kan? Rakyatnya bebas untk berpendapat kan?))


Selain melek isu-isu aktual, yok sama-sama kita JASMERAH guys.



Bandung, 12 Januari 2017